Pemerintah Australia Ancam Penjarakan Bos Media Sosial, Kenapa?   


Sumber Foto: BBC World

Pemerintah Australia memperingatkan perusahaan Media Sosial bahwa eksekutif mereka bisa terancam hukuman penjara jika gagal menghapus konten-konten esktrim dari platform mereka.

Hal ini disampaikan oleh Jaksa Agung Australia, Christian Porter setelah Perdana Menteri Australia, Scott Morrison bertemu dengan perwakilan dari beberapa perusahaan teknologi, seperti Google, Facebook dan Twitter pada hari Selasa (26/3/2019).

Pertemuan ini dilakukan karena Australia sedang mempertimbangkan regulasi baru mengenai penyebaran konten jahat di media sosial, terutama setelah insiden serangan di dua masjid di Christchurch, New Zealand yang terjadi dua minggu yang lalu.

Porter menyebut bahwa respon dari perusahaan yang ditemui PM Australia saat rapat tersebut sangat mengecewakan.

"Diskusi yang lebih penting yang kami inginkan hari ini adalah bagaimana kalian merespon dengan lebih cepat, atau mencegah livestreaming materi seperti ini dari awal?" kata Porter seperti dikutip detikINET dari Straits Times, Rabu (27/3/2019).

"Dan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terlalu memuaskan," sambungnya.

Regulasi yang sedang digodok oleh pemerintah Australia sendiri menyebut berbagai bentuk hukuman untuk media sosial yang tidak bergerak cepat menghapus konten yang terkait dengan ekstremisme dan terorisme.

Hukuman ini tergantung dari berapa lama konten tersebut bertahan di platform online, dan Porter menyebutkan pemerintah Australia mempertimbangkan hukuman penjara untuk bos media sosial. Porter juga menekankan bahwa hukum Australia memiliki 'jangkauan ekstra teritorial'.

Belum diketahui apa yang dianggap waktu yang cukup dalam menangani penyebaran konten ekstrim seperti ini, dan apakah ketentuan ini akan berubah tergantung seberapa viral videonya.



Facebook sendiri berhasil menghapus 1,5 juta video terkait serangan di Christchurch dalam 24 jam setelah serangan. Sementara YouTube kewalahan menghapus video terkait serangan tersebut karena ada banyak variasi dari video asli yang diunggah untuk menghindari sistem filternya.


Sumber Detik